Pelangi sedih sekali. Sungguh ia amat
menyayangi sandal itu. Ia ingat sesuatu. Pada hari terakhir ia lihat sandal
jepit, ia memergoki seorang anak perempuan seusianya juga sedang melihat sandal
itu. Sepertinya ia tertarik. Pandangan anak itu tampak kagum akan sandal jepit
kesayangannya. Pelangi menduga anak itu yang mengambilnya, ah, mencurinya. Segera
ia bertemu Bunda dan bercerita tentang kejadian itu. Bunda membelai rambut
halus Pelangi seraya mengatakan tak baik menuduh tanpa bukti. Bunda mengajak
Pelangi mencari sandal itu di seluruh rumah tapi tak ketemu. Pelangi semakin
yakin kalau sandal itu dicuri. Pelangi menyampaikan pada Bunda dan Bunda tetap
bilang hal yang sama: tak baik menuduh tanpa bukti. Bunda berjanji akan
membelikan sandal jepit yang baru sebagai ganti. Meski kesal, Pelangi menerima kata-kata
Bunda, termasuk menerima sandal jepit baru pengganti.
Seminggu berselang, Pelangi yang masih
sedih duduk santai di teras depan. Tiba-tiba seseorang berdiri di depan
pagarnya. Pelangi berdiri dan menghampiri sosok itu. Ia terkejut. Anak perempuan
itu tampak malu-malu menatap Pelangi. Di tangannya ada kresek*) hitam
agak koyak. Pelangi bisa melihat apa yang ada di dalam kantong itu. Mata
Pelangi membulat. ITU SANDAL PELANGINYA! Ia berlari ke dalam memanggil Bunda.
Mereka keluar membuka pagar. Anak perempuan itu takut-takut saat Bunda
mendekat. Bunda mempersilakan anak itu masuk. Anak itu menemukan sandal pelangi
di depan pagar sehari setelah Pelangi kehilangan. Ia ingin mengembalikan segera
tapi rumah selalu sepi. Setiap hari ia lewat dan baru hari ini ia melihat
Pelangi. Bunda dan Pelangi berterima kasih. Anak itu pamit tapi, eh, anak itu nyeker**) Pelangi meminta
izin Bunda memberikan sandal itu untuk si penemu. Yah, biarpun tak jadi
memilikinya, Pelangi senang sebab sandal jepit mejikuhibiniunya telah
bermanfaat bagi orang lain.
Zia Agria, 29 Oktober 2020
*) kantong plastik
**) tanpa alas kaki
Tidak ada komentar:
Posting Komentar