Pernah merasa susah hati karena profesi kita dipertanyakan dan dilecehkan ? Saya pernah merasakan itu beberapa waktu lalu dan sekarang. Hehehe , semua bermula dari status saya di Facebook.
GURU digugu dan ditiru
Beberapa waktu lalu saya berbagi video klip ost. Baywatch (itu loh, serial televisi tentang penjaga pantai di Amerika) di Facebook. Saya berpikir positif saja bahwa video itu dibuat sesuai dengan kebudayaan sana. Jadi yaa, gambar aktris Pamela Anderson yang seksi berbikini saya anggap wajar. Ehh, tak lama muncul komentar dari seorang teman guru. Dia minta saya buang video itu dengan alasan tidak pantas. Lantas saya tanggapi sambil bercanda apa yang membuat video itu tidak pantas. Dia bilang, porno. Saya balas lagi, bukankah itu kontekstual, berbikini di pantai, di Amerika pula. Dia tidak jawab lagi. Tapi segera dia update status dengan bahasa kurang lebih seperti ini "teman-teman,mohon dihapus saja video baywatchnya. Kita ini guru, digugu dan ditiru" yang tentu saja tertera di beranda Facebook saya. HUH, jujur saya sangat kecewa dengan dia. Bukan pada teguran langsungnya (berarti dia begitu terhadap muridnya, Alhamdulillah, saya nyaris tidak pernah menegur anak-anak saya seperti itu, karena bisa saja anak malu) melainkan pada kata-kata, kita ini guru, digugu dan ditiru. Saya berbagi video itu karena saya pikir ya amat wajar berbikini di pantai, mau di Amerika, mau di Indonesia. )Ang tidak wajar itu kalau berbikini di rumah makan atau di rumah sakit. Kalaupun berbikini di pantai itu tidak sesuai dengan norma budaya Indonesia ya jangan dihujat jangan diikuti. Ini pelajaran yang ingin saya sampaikan ke anak-anak saya. Bagaimana mungkin saya menerangkan sesuatu tanpa contoh kasus. Saya bernegatif thingking kepada dia, jangan-jangan saya ini dianggap tidak profesional, tidak pantas digugu dan ditiru, tidak layak menjadi GURU. Hmm, tahu apa dia tentang saya dan profesi saya ?
GURU is so relaxing yach ?
Kalimat di atas adalah kutipan kalimat dari seorang teman yang mengomentari status saya hari ini. Saya menulis status ketidaksetujuan saya terhadap rencana penambahan jam mengajar guru PNS dari 24 jam/minggu menjadi 27,5 jam/minggu meskipun saya kadang cemburu dengan guru PNS terutama di DKI Jakarta. Nah, teman saya ini, mengatakan bahwa jumlah 27,5 jam/minggu itu masih di bawah rata-rata orang kerja kantor yaitu 50 jam/minggu. Lalu kalimat terakhirnya ya subjudul saya tadi. Tentu saja, saya sebal sekali. Enak betul dia mengatakan demikian. Naif. Dia tidak tahu bahwa kami bekerja mulai dari rumah sampai rumah lagi. Dia tidak tahu bahwa kami tidak sekedar mengajar , tetapi juga mendidik. Dia tidak tahu bahwa pekerjaan kami tidak sekedar pekerjaan administratif, tetapi juga pekerjaan psikologis. Maka sebenarnya, 24 jam/minggu itu hanyalah teori karena pada praktiknya lebih dari itu. Yang kami layani adalah mahluk hidup dengan beragam karakter sehingga tak pernah cukup 24 jam bagi anak-anak yang dipercayakan kepada kami. Bila ada tugas tambahan, makin beratlah beban kami. Apalagi nasib rekan-rekan kami di daerah dan pedalaman. Beban administratif, medan yang berat, tunjangan yang tak seberapa dan sering tertunda atau tak dapat sama sekali adalah santapan mereka sehari-hari. Kalau bukan karena panggilan, tak akan kami menjadi guru. Setiap keberhasilan, nama kami nyaris tak disebut, setiap ada kegagalan, nama kami disebut paling awal. Well, masihkah GURU is so relaxing yach ?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar